Postingan

Menyoal Kader yang Dijinakkan oleh Romantisme Politik

Gambar
  Oleh : M. Rozien Abqoriy* Dalam dinamika pergerakan organisasi kemahasiswaan, fenomena kader yang disengaja dijadikan obyek hubungan romantis untuk melemahkan kiprah dan militansinya adalah praktik manipulatif yang merusak integritas gerakan.  Fenomena ini bukan hanya mengancam kader secara pribadi, tetapi juga merusak ekosistem organisasi dan menodai nilai-nilai perjuangan yang seharusnya dijunjung tinggi.   Cinta sebagai senjata politik, ketika relasi personal dijadikan alat politik, misi yang seharusnya suci bergeser menjadi permainan kepentingan.  Kader yang memiliki potensi besar dalam organisasi kerap menjadi target untuk dipacari, bukan atas dasar kasih sayang murni, melainkan untuk mengalihkan fokus mereka dari tugas-tugas organisasi yang strategis.  Hubungan seperti ini memunculkan situasi di mana kader mulai kehilangan daya kritis dan semangat juangnya karena terjerat dalam pusaran emosi yang tidak produktif.   Konsekuensi pada Organi...

Matinya Daya Kritis Kader HMI

Gambar
  (Foto:Istimewa)  Oleh : M. Rozien Abqoriy* Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) pernah menjadi garda terdepan dalam berbagai pergerakan sosial-politik di Indonesia. Dalam catatan hingga sejarahnya, organisasi ini dikenal dengan idealisme dan daya kritisnya yang tajam terhadap kebijakan pemerintah serta ketidakadilan yang terjadi di masyarakat. Tunduk dan patuh terhadap kebenaran.  Namun, seiring berjalannya waktu, banyak kalangan yang merasa bahwa daya kritis HMI kini mulai memudar, bahkan terkadang tergantikan oleh sikap yang lebih pragmatis atau cenderung mengikuti arus kekuasaan. Analisis saya sejauh ini, penyebab utama dari "matinya" daya kritis HMI bisa dilihat dari berbagai faktor, baik internal maupun eksternal. Secara internal, ada pergeseran nilai dan orientasi dalam tubuh HMI itu sendiri. Di masa lalu, HMI banyak diwarnai oleh aktivis yang sangat vokal, yang tidak ragu untuk mengkritik kebijakan pemerintah maupun keadaan sosial-politik yang dianggap tidak adil. Namu...

Saat Masih Berstatus Mahasiswa Baru

Gambar
  (Foto: Istimewa )  Oleh : M. Rozien Abqoriy* Saat masih berstatus Mahasiswa baru (maba), sempat dikhawatirkan dengan pernyataan yang saya anggap sebagai sesuatu yang kurang memiliki arti mendasar. Seperti apabila ikut organisasi tertentu dalam kampus tertentu, tidak akan mendapatkan tempat yang layak dan posisi apapun.  Tersenyum manis saja saya menanggapinya. Karena selepas membaca, melihat dan mencari tau sendiri, dan disesuaikan dengan keinginan dalam berproses di kampus dan organisasi. Tidak sedikitpun tercantum dalam draft keinginan untuk persoalan posisi.  Hasil membaca dan mengamati sendiri, serta sudah menghasilkan sintesis tersendiri. Terkadang memang kapasitas ataupun kapabilitas, selalu tidak berbanding lurus dengan posisi tanggung jawabnya yang ia emban dan diperebutkan, lebih-lebih yang dianggap sebagai prestasinya tersebut.  Sehingga pemikiran saya di awal, karena memang semua itu hanya akan menjadi cerminan, bahwa potensi masa depan itu, dapat d...

Selain Presiden Jokowi, Mahasiswa Termasuk Bibit Perusak Demokrasi

Gambar
 (Dok: Istimewa )  Oleh : M. Rozien Abqoriy* Isu politik daerah dan nasional saat ini, masih persoalan intimidasi terhadap demokrasi. Jokowi sebagai presiden yang menjabat hingga dua periode, di akhir jabatannya dianggap sebagai sosok aktor utama perusak nilai demokrasi Indonesia.  Siapa kira, sosok yang awalnya kerap disebut sebagai representasi dari rakyat kecil, ternyata sosok tersebut menjadi sorotan publik akibat banyaknya kebijakan yang kontroversi, kemudian menjadi kenangan pahit dalam sejarah bangsa ini.  Istilah yang mencuat ke sebagian besar media nasional hingga media daerah adalah tentang dinasti politiknya. Tentu hal itu bukan sesuatu yang wajar, karena sebagiannya justru menjadi penampakan yang menurunkan elektabilitas politik, demokrasi, serta  cita-cita reformasi yang telah disepakati bersama.  Hal itu menjadi gambaran, bahwa mahasiswa juga tak luput dari sesuatu yang sangat korelatif, seperti berpotensi ciptakan demokrasi yang buruk di masa...

Saudara MABA, Ingat Ini !!

Gambar
  (Dok: Rafly Rayhan Al Khajry bersama Ozie )   Oleh : M. Rozien Abqoriy* Seperti biasanya, setiap tahun selalu ada mahasiswa yang mendaftar di perguruan tinggi di seluruh Indonesia. Tak terkecuali di IAIN Madura. Penyambutan untuk mahasiswa baru sudah dimulai dan hari ini hari pertama pelaksanaan Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK).  Penyambutan terhadap mahasiswa baru dikemas dengan berbagai macam cara. Ada sebagian yang menyambut Maba dengan spanduk, banner, pamflet, dan lain sebagainya. Bendera-bendera dari berbagai organisasi sudah mulai terlihat di berbagai dinding kampus IAIN Madura. Ada yang bentuknya besar, ada pula yang kecil. Variatif dan bermacam-macam. Hal itu sah-sah saja untuk dilakukan, dilingkungan kampus kolaboratif dan kompetitif. Tetapi hal itu juga lah yang membuat saya memakai cara menulis untuk menyambut Mahasiswa Baru (MABA). Selamat datang mahasiswa baru, selamat bergabung dan menjadi bagian dari kampus IAIN Madura. Selamat menikma...

Pengguna Nilai-Nilai Pendidikan Berbanding Terbalik

Gambar
  (Dok: Istimewa )  Oleh : M.Rozien Abqoriy* Suatu buah, Bukankah Mestinya Memiliki Kesamaan Rasa ? Istilah buah saya ambil karena sejauh ini, sangat langka sekali ketika seseorang menanam suatu tanaman yg berbuah, dan setelah berbuah rasanya justru berbeda dari apa yang ditanam. Katakanlah menanam buah apel, sangat tidak mungkin saat di makan berubah rasanya menjadi rasa semangka.  Dalam hal ini saya korelasikan dengan kehidupan sebagian sifat, lalu karakteristik manusia yang ada. Contohnya orang yang berpendidikan. Mestinya orang yang berpendidikan tentu memiliki pengalaman dan pengetahuan yang senantiasa dapat dicerminkan ke dalam kebiasaan sehari-harinya.  Namun tidak menutup kemungkinan, terkadang justru yang terlihat sangat mencerminkan sebagai orang yang menerapkan nilai-nilai pendidikan, adalah orang yang masuk dalam kategori tidak mengenyam pendidikan.  Seperti nilai-nilai idealisme, kecenderungan terhadap profesionalitas, lebih dominan dimiliki oleh ol...

RAK direncanakan, Proker hanya Sekedar Arsip, Pengurus Kerja atau tidur?

Gambar
  Oleh : M. Rozien Abqoriy* Hanya ingin sedikit bercerita, dahulu sewaktu masih bersama sejumlah sahabat-sahabat saya, berinisiasi untuk melakukan musyawarah bersama, khususnya dari jajaran pengurus Forum Kajian Insan Cita dengan Pengurus Komisariat.  Kami sadar, bahwa program kerja memang tidak menjadi jaminan akan keaktifan kader dari sebuah organisasi. Namun kami percaya, dari sebuah kegiatan paling tidak dapat lebih bisa menumbuhkan rasa empati, kekeluargaan yang akan lebih terjamin, nilainya akan lebih bertambah.  Namun, ada kekecewaan yang bagi kami perlu disampaikan dan di dengarkan oleh pemilik kuasa (kami sebut sebagai pengurus), bahasa kerennya dalam pemerintahan adalah birokrasi. Bahwa RAK (Rapat Akhir Komisariat) adalah berisi laporan-laporan, keputusan, serta perencanaan kembali, setelah selama satu dekade menjalani amanah organisasi serta konstitusinya, bukan mengikuti hal lain-lainnya (apalagi membuat aturan-aturan sendiri).  Kami juga menganggap, bahw...