Menyoal Kader yang Dijinakkan oleh Romantisme Politik

 


Oleh : M. Rozien Abqoriy*


Dalam dinamika pergerakan organisasi kemahasiswaan, fenomena kader yang disengaja dijadikan obyek hubungan romantis untuk melemahkan kiprah dan militansinya adalah praktik manipulatif yang merusak integritas gerakan. 

Fenomena ini bukan hanya mengancam kader secara pribadi, tetapi juga merusak ekosistem organisasi dan menodai nilai-nilai perjuangan yang seharusnya dijunjung tinggi.  

Cinta sebagai senjata politik, ketika relasi personal dijadikan alat politik, misi yang seharusnya suci bergeser menjadi permainan kepentingan. 

Kader yang memiliki potensi besar dalam organisasi kerap menjadi target untuk dipacari, bukan atas dasar kasih sayang murni, melainkan untuk mengalihkan fokus mereka dari tugas-tugas organisasi yang strategis. 

Hubungan seperti ini memunculkan situasi di mana kader mulai kehilangan daya kritis dan semangat juangnya karena terjerat dalam pusaran emosi yang tidak produktif.  

Konsekuensi pada Organisasi tentu dalam organisasi seperti HMI, IMM, atau PMII, peran kader yang aktif dan kritis sangat penting untuk menjaga keberlangsungan perjuangan. 

Ketika kader terbaik mulai dimanipulasi melalui hubungan pribadi yang didesain untuk menjauhkan mereka dari medan juang, organisasi kehilangan pilar-pilar utamanya. Ini melemahkan barisan, memperlambat laju perjuangan, dan menciptakan kekosongan kepemimpinan yang signifikan.  

Hal ini menjadi refleksi besar kaderisasi, bahwa jangan jadi alat, jadilah subjek. Kader harus menyadari bahwa mereka adalah subjek perubahan, bukan alat yang bisa dikendalikan oleh kepentingan pihak lain. 

Kesadaran kritis terhadap potensi manipulasi ini harus menjadi bagian dari proses kaderisasi. Ketegasan sikap dan kemampuan menilai motivasi orang di sekitar menjadi penting agar kader tidak mudah terjebak dalam jerat yang berbahaya.  

Kita harus sama-sama mengembalikan kemurnian gerakan, bahwa untuk menjaga integritas organisasi, penting bagi seluruh elemen kaderisasi untuk menanamkan nilai-nilai independensi yang kuat. 

Organisasi harus membangun lingkungan yang memperkuat ketahanan kader terhadap godaan manipulatif, termasuk dengan mempererat solidaritas, menumbuhkan budaya diskusi yang sehat, dan memperkokoh keimanan pada visi besar perjuangan, faham dalam memahami tujuan besar organisasi. 

Maka dalam catatan reflektif ini, kita sama-sama perlu menekankan bahwa romantisme yang dilandasi kepentingan adalah jebakan. 

Kader harus memahami bahwa perjuangan tidak hanya menuntut kerja keras dan intelektualitas, tetapi juga keteguhan hati dan integritas pribadi. 

Menjaga jarak dari hubungan yang merusak perjuangan adalah bagian dari komitmen untuk menjadi pejuang sejati, bukan boneka yang dikendalikan oleh mereka yang takut akan potensi perubahan.


Salam akal sehat dan salam perjuangan! 

Lakukan Gerakan atau menulislah dan sebarkan pengaruh positif perubahan seluas-luasnya! 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Saudara MABA, Ingat Ini !!

Saat Masih Berstatus Mahasiswa Baru

Pelajaran Kepemimpinan dari Imam Masjid