RAK direncanakan, Proker hanya Sekedar Arsip, Pengurus Kerja atau tidur?
Oleh : M. Rozien Abqoriy*
Hanya ingin sedikit bercerita, dahulu sewaktu masih bersama sejumlah sahabat-sahabat saya, berinisiasi untuk melakukan musyawarah bersama, khususnya dari jajaran pengurus Forum Kajian Insan Cita dengan Pengurus Komisariat.
Kami sadar, bahwa program kerja memang tidak menjadi jaminan akan keaktifan kader dari sebuah organisasi. Namun kami percaya, dari sebuah kegiatan paling tidak dapat lebih bisa menumbuhkan rasa empati, kekeluargaan yang akan lebih terjamin, nilainya akan lebih bertambah.
Namun, ada kekecewaan yang bagi kami perlu disampaikan dan di dengarkan oleh pemilik kuasa (kami sebut sebagai pengurus), bahasa kerennya dalam pemerintahan adalah birokrasi. Bahwa RAK (Rapat Akhir Komisariat) adalah berisi laporan-laporan, keputusan, serta perencanaan kembali, setelah selama satu dekade menjalani amanah organisasi serta konstitusinya, bukan mengikuti hal lain-lainnya (apalagi membuat aturan-aturan sendiri).
Kami juga menganggap, bahwa sebenarnya tidak ada alasan pengurus tidak dapat menjalankan program ataupun kegiatan yang bersifat penunjang, sebagai bekal untuk mewujudkan cita-cita organisasi ataupun bekal sebagai insan akademis dapat tercipta diruang-ruang kelas ataupun forum-forum diskusi lokal, regional, terlebih lagi di ruang internasional.
Kami mengira, di dalam kepengurusan untuk tetap bisa berjalan, bukan melulu bergantung terhadap siapa yang paling memiliki otoritas, jikapun begitu, kalau misalkan pemegang otoritas tidak faham atau tidak mau menaatinya, lalu kira-kira bagaimana?
Oleh sebab itu, ketergantungan terhadap pemegang kuasa seyogyanya dapat lebih disederhanakan lagi, atau yang kita anggap sebagai kepala pengurusnya (ketua apapun, divisi, bidang, dan sejenisnya). Agar dapat terus berpegang teguh terhadap prinsip konstitusi dan harapan organisasi, yang telah banyak tertera di berbagai jenis buku (sebenarnya dengan mudah sudah kita bisa akses dimana saja).
Kami juga memiliki hipotesis, bahwa ketika kegiatan atau amanah itu sudah mulai mengering, artinya sudah ada sebagian aturan yang mulai ditinggalkan, sesederhana rapat-rapat yang menjadi budaya organisasi. Tapi istilah "rapat" mungkin cukup jelimet atau terkesan berat, kita coba sederhanakan lagi, yakni "silaturahmi". Ketika silaturahmi sudah mulai berkurang atau bahkan tidak ada, sudah bisa dipastikan. Dimulai dari tingkatan kekeluargaan, solidaritas, gagasan, kegiatan dan semacamnya, tidak akan mudah tumbuh dan subur di dalamnya.
Kelebihannya organisasi adalah pelatihan untuk lebih cepat dewasa itu datangnya lebih cepat, karena datangnya juga lebih cepat dan lebih banyak. Hal itu sesuai dengan tujuan pendidikan sendiri. Jika proses pendewasaan itu tidak lebih serius dan ditangkap lebih cepat, melalui istilah "kesadaran", maka ada potensi kedewasaan memiliki ketergantungan tidak hanya kepada masalah. Melainkan ketergantungan terhadap diri sendiri, yang tidak mau ruwet dan menikmati terhadap masalah.
Catatan terakhir sebagai penutup, hal kecil yang terbiasa dilakukan saat ini, akan lebih menentukan bagaimana kebiasaan kita di hari esok ataupun masa depan. Terbiasa melumrahkan kebiasaan yang tidak bisa, sehingga menjadi budaya, esok kita akan temukan seperti itu kembali yang tanpa sadar adalah akumulasi dan terbentuknya juga dari bagian kebiasaan kita di masa lalu.
Semoga kita selalu diberikan kesehatan, kelancaran dan kesuksesan masing-masing, dijauhkan dari malas dan lalai, serta masih memiliki dan diberikan kesempatan untuk bisa bertumbuh dan bermanfaat terhadap diri sendiri, keluarga, serta masyarakat untuk hidup yang lebih bermartabat. Amin.
Komentar
Posting Komentar