Selain Presiden Jokowi, Mahasiswa Termasuk Bibit Perusak Demokrasi
(Dok:Istimewa)
Oleh : M. Rozien Abqoriy*
Isu politik daerah dan nasional saat ini, masih persoalan intimidasi terhadap demokrasi. Jokowi sebagai presiden yang menjabat hingga dua periode, di akhir jabatannya dianggap sebagai sosok aktor utama perusak nilai demokrasi Indonesia.
Siapa kira, sosok yang awalnya kerap disebut sebagai representasi dari rakyat kecil, ternyata sosok tersebut menjadi sorotan publik akibat banyaknya kebijakan yang kontroversi, kemudian menjadi kenangan pahit dalam sejarah bangsa ini.
Istilah yang mencuat ke sebagian besar media nasional hingga media daerah adalah tentang dinasti politiknya. Tentu hal itu bukan sesuatu yang wajar, karena sebagiannya justru menjadi penampakan yang menurunkan elektabilitas politik, demokrasi, serta cita-cita reformasi yang telah disepakati bersama.
Hal itu menjadi gambaran, bahwa mahasiswa juga tak luput dari sesuatu yang sangat korelatif, seperti berpotensi ciptakan demokrasi yang buruk di masa depan. Kita coba lihat di lingkungan akademik hari ini. Banyak perilaku yang mulai jauh dari nilai demokrasi. Praktek-praktek pembungkaman, penghilangan hak-hak bersama, serta intimidasi yang secara tidak terang-terangan dilakukan. Begitu memperlihatkan bahwa demokrasi sudah mulai jauh dari apa yang diharapkan.
Mengapa? Karena edukasi luhur tentang demokrasi hanya banyak menjadi sebatas ucapan, terlebih hanya menjadi pengetahuan yang tak dibiarkan keluar dari otaknya, serta tidak dibiarkan menjadi representasi melalui perilakunya.
Praktek-praktek penjegalan, kompetisi yang senggolannya tak cukup menyehatkan, menampilkan bahwa pemahaman serta pengaplikasiannya masih banyak yang jauh dari apa yang kita pelajari dan kita perlihatkan.
Jadi mengapa gambaran masa depan begitu mencemaskan, karena banyak yang memahami, namun justru menjadi pelaku dari hal-hal yang tidak etis itu. Semoga Indonesia emas 2045 tak hanya cukup slogan, melainkan usaha penuh kesadaran untuk perbaikan serta perubahan dalam mencapai harapan tersebut.
Tinggal kita pilih, elit-elit partai, pemerintahan nasional hingga elit-elit kemahasiswaan seperti apa yang akan kita kontribusikan terhadap negara maupun kampus?
Investasi nilai moral politik etis pemerintahan, atau investasi perusakan kesuburan di alam demokrasi itu sendiri.
Seperti yang diucapkan soekarno, bahwa demokrasi adalah suatu pemerintahan rakyat, artinya kekuasaan itu diatur oleh hukum serta mencakupi kepentingan rakyat. Bukan hukum yang dapat dengan mudah diatur oleh penguasa, serta membohongi sebagian besar rakyat melalui bantuan ataupun ditukar oleh uang selembaran.
Apalagi wakil presiden pertama kita, yakni Bung Hatta juga mengatakan, demokrasi itu berarti kedaulatan rakyat atau kedaulatan di tangan rakyat. Kedaulatan rakyat berarti rakyat mempunyai hak dan kekuasaan penuh untuk menetapkan paham dan roda pemerintahan suatu negara.
Pada dasarnya, mengutip kata Abraham Lincoln, yakni demokrasi itu adalah untuk pemerintahan rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Bukan dari penguasa, untuk rakyat. Apalagi sampai merubah, yaitu dari presiden untuk kabinet-kabinetnya, serta untuk oligarki-oligarkinya.
Salam sehat!
Komentar
Posting Komentar