Pengurus dan Pemimpin Formalitas: Perspektif Gagasan dan Perjuangan
(Foto:Ilustrasi Bobok)
Pengurus yang kita tau adalah sekelompok orang yang memiliki aktivitas tidak terlepas dari yang namanya mengurusi dalam bidangnya tersendiri. Kemudian kalau secara umum pengurus adalah yang dapat mengurusi dan memiliki jiwa kerja sama yang baik (team work). Artinya dapat saling mendukung, membantu, saling mengingatkan hingga mengkritik jika itu diperlukan untuk membantu setiap kekurangan yang ada.
Kemudian pemimpin selalu dapat kita artikan adalah yang memiliki tugas paling sentral yaitu mengontrol semua bawahan ataupun anggota maupun pengurus-pengurus yang menjadi bagian dalam kelompok seorang pemimpin. Kalau arti dasarnya pemimpin itu adalah yang memimpin suatu kelompok/komunitas/organisasi/negara, yang memiliki otoritas penuh atas roda kehidupan maupun kemajuan (melalui pedoman yang sudah ada) didalam suatu kelompok.
Namun dalam hal ini ada istilah formalitas, yang kita tau bahwa formalitas adalah sesuatu yang hanya dilakukan berdasarkan sesukanya bukan seharusnya. Contohnya adalah ketika dalam suatu kelompok yang memiliki tujuan untuk membangun rumah, yang semestinya dilakukan dengan cara pertama yaitu adanya konsep atau desain dari sebuah rumah (paradigma), kemudian melakukan pengumpulan bahan - bahan yang akan di buat bahan dasarnya, dan terakhir adalah tindakannya atau sebuah eksekusi dari apa yang telah diwacanakan dapat terlaksana sesuai dengan konsep awal secara bersama-sama (solidarity).
Tapi, kalau kalimat pengurus dan pemimpin formalitas ini, berarti ada sekelompok pengurus dan pemimpin yang sedang melaksanakan tugas dan tanggung jawab kelompok/komunitas/organisasi hanya sebatas sesukanya. Berkenaan dengan yang seharusnya, melalui tugas dan tanggung jawab untuk mewujudkan bangunan/tujuan yang telah ditetapkan dari suatu kelompok, tapi dirubah dengan menghilangkan salah satu dari pondasi-pondasi yang telah ada (paradigma, wacana, eksekusi).
Ada banyak kemungkinan dari adanya pengurus dan pemimpin formalitas ini. Pertama adalah disintegrasi pemimpin, artinya tidak adanya ketegasan perihal menanggapi suatu persoalan internal maupun eksternal.
Bagi penulis, gagasan yang tepat dalam hal ini adalah kembalikan marwah pemimpin yang semestinya, yang dipercayai memiliki wawasan, sikap maupun perilaku yang dapat dijadikan suri tauladan oleh para pengurus maupun anggota-anggotanya. Kemudian integritasnya dalam memimpin dibuktikan dengan tidak membiarkan semua hal yang sudah mulai keluar jalur dari tujuan awal, menghadapi, menjawab serta memberikan solusi terbaik dari adanya mispersepsi.
Sebagaimana 3 semboyan oleh Ki Hajar Dewantara, yaitu Ing Ngarso Sung Tulodo artinya menjadi seorang pemimpin harus mampu menjadi suri tauladan. Ing Madyo Mbangun Karso, artinya seseorang ditengah kesibukannya harus juga mampu membangkitkan atau menggugah semangat (pengurus/anggota). Tut Wuri Handayani, dapat memberikan dorongan moral dan semangat kerja dari belakang (tidak apatis melainkan solutif).
Kedua adalah pengurus, yang berarti tidak boleh membiarkan sesuatu yang dapat membuat nilai dari sebuah kelompok itu buruk (mempertahankan citra yang baik). Bagaimana caranya? Hemat penulis dalam hal ini untuk menghadirkan gagasan, membuka dialog yang lebih banyak dan lebih lama (tidak menutup kritik), mengaktifkan segala elemen yang mulai hilang dari esensi, kemudian turut serta membantu satu sama lain (sesama pengurus) melalui tindakan (membantu program pengurus yang lain yang belum terlaksana), fikiran (membuatkan ide dan mengusulkan ide kreatif untuk mempertahankan eksistensi dan citra baik kelompok). Terakhir adalah memasifkan komunikasi satu sama lain atas dasar kepentingan kelompok (divisi/bidang) dengan melakukan banyak cara. Contohnya secara personal ataupun secara musyawarah bersama (Rapat). Untuk apa? Untuk mengusahakan sesuatu yang seharunya itu dapat dirasakan bersama (harmonisasi organisasi), mencegah sesuatu yang hanya sebatas formalitas dengan dibalut alasan-alasan yang kurang masuk akal, membangun kerja sama yang lebih baik.
Ketika hal itu dilakukan dalam bentuk usaha-usaha yang teratur dan terencana, dapat mengurangi bahkan menghilangkan yang namanya pengurus dan pemimpin formalitas, yang mau berbicara tanpa mau menerima masukan, yang menutup diri dari solusi-solusi yang memajukan. Terkecuali memang sudah sengaja mendisintegrasikan jiwa pemimpin maupun keakraban sesama pengurus.
#Penulis Merupakan Mahasiswa Biasa yang Hanya Ingin Bertanya Melalui Meja Kopi yang Terbuka Akan Fikiran.
Komentar
Posting Komentar