Ambiguitas Seorang Pemimpin
Oleh : M. Rozien Abqoriy
Berbicara seorang pemimpin, saat itu juga saya ingin menulis tentang keambiguan yang sudah terlihat dari pemimpin-pemimpin yang ada tanpa terkecuali (perempuan ataupun laki-laki) dan yang mengaku dirinya pemimpin. Dalam hal itu juga saya berfikir, pemimpin pada umumnya tidak akan lepas dengan kalimat tanggung jawab yang diemban, kemudian banyak juga yang mengatakan bahwa tidak cukup mudah dilakukan (berat).
Tapi dalam hal ini saya ingin memadukan dan membaca lebih jauh lagi tentang pemimpin yang mengaku dirinya pemimpin, meskipun pada umumnya kita semua umat manusia sudah termasuk dalam tujuan diciptakannya adalah sebagai khalifah di muka bumi, yang sesuai dengan sabda Rasulullah SAW dalam hadits dari Abu Hurairah yang menyebutkan bahwa "Masing-masing kalian adalah pemimpin, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban tentang orang yang dipimpinnya. Penguasa adalah pemimpin bagi manusia, dan ia akan diminta pertanggungjawaban tentang mereka. Seorang laki-laki adalah pemimpin bagi keluarganya dan dia akan diminta pertanggungjawaban tentang mereka. Wanita adalah pemimpin bagi rumah suaminya dan anaknya, dan dia akan diminta pertanggungjawaban tentang mereka. Seorang budak adalah pemimpin terhadap harta tuannya, dan dia akan diminta pertanggungjawaban tentang harta yang diurusnya. Ingatlah, masing-masing kalian adalah pemimpin dan masing-masing kalian akan diminta pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya." (HR. Bukhari)
Dengan begitu, Al Baqarah ayat 30 menjelaskan bahwa setiap manusia adalah khalifah yang memimpin bumi sehingga akan ditanya pertanggung jawabannya nanti.
Nah, ketika dipadukan lagi dengan realitas saat ini, entah manusia yang mengaku dirinya pemimpin dan tau kewajibannya, dan sering juga mengatakan tentang tanggung jawab, tanggung jawab yang seperti apa yang mereka sudah fahami ?
Dan hari ini, pemimpin itu sederhananya ialah mereka yang sudah menaruh tanggung jawabannya dalam ranah kelompok, komunitas, organisasi atau dalam suatu pemerintahan. Hal itu membuat saya berfikir lagi tentang mereka yang seringkali menyebutkan tentang tanggung jawab, ternyata masih membuat pernyataan yang ambigu atas kalimat tersebut.
Ambigunya pemimpin itu adalah ketika dalam beberapa kejadian adalah memiliki jarak dalam berkomunikasi (kurang terbuka) kepada tim, kurangnya pengayoman (pengecekan terhadap pemahaman anggota tim dan mengawasi setiap pekerjaan yang sedang dikerjakan), tidak memberikan contoh yang baik, dan masih banyak lagi.
Meskipun kita sadari, bahwa sejatinya setiap diri kita adalah pemimpin. Pemimpin bukan hanya presiden, gubernur, bupati, walikota, Ketua umum organisasi ataupun sederet jabatan mentereng lainnya. Bahkan seorang pengemis sekalipun yang sebagian dari kita memandangnya sebelah matapun adalah seorang pemimpin. Dan setiap pemimpin memiliki tanggung jawab terhadap apapun yang dipimpinnya, lebih lebih yang sudah termasuk dalam struktural. Setiap pemimpin juga memiliki tanggung jawab terhadap apapun yang dikerjakannya.
Kita coba fahami dulu tentang tanggung jawab. Dalam Islam tanggung jawab adalah ciri manusia beradab (berbudaya). Manusia bertanggung jawab karena menyadari akibat baik atau buruk perbuatannya. Ia menyadari pula bahwa pihak lain memerlukan pengabdian atau pengorbanannya dan itu disebut mas’uliyyah.
Sejauh ini, sudahkah kita atau pemimpin-pemimpin yang mengaku dirinya pemimpin sudah memahami itu ? Kebaikan dan keburukan apa saja yang sudah dikerjakan mestinya dibicarakan dengan baik dan dilakukan dengan musyawarah. Tapi terkadang mereka tidak memahami, dan terkesan hanya memainkan dan membuat keambiguan atas kalimat tanggung jawabnya sendiri. Sering melontarkan tanggung jawab tapi dirinya sendiri tidak memahami, dan yang memahami pura-pura tidak memahami, akhirnya hanya keambiguan yang tercipta dan berdampak pada lingkungan terdekatnya.
Sedangkan tanggung jawab sosial umat Islam adalah melakukan amar maruf nahi munkar, yaitu menyeru kepada kebaikan dan mengingkari kemungkaran. Menjaga tatanan sosial dari kerusakan. Berbuat adil kepada setiap manusia.
Dalam konteks kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, seorang pemimpin haruslah ditempati oleh orang-orang terbaik. Mereka yang senantiasa memiliki kesesuaian antara ucap dan tindakannya, mereka yang mampu menjernihkan akal dan hatinya sehingga tidak saling berbenturan, serta mereka yang telah selesai dengan diri dan golongannya (kepentingannya). Dengan pendek kata, pemimpin haruslah orang yang bijaksana. Meminjam istilah Plato sebagai philosopher king.
Oleh karena itu, jadi pemimpin yang tidak sebatas pemimpin itu memang tidak mudah,oleh karena itu pepatah kuno belanda yang dikutip oleh Mohammad Roem dalam karangannya berjudul “Haji Agus Salim, Memimpin adalah Menderita” menyebutkan “Leiden is lijden!” memimpin adalah Menderita.
Meskipun pada dasarnya semua itu memang ditulis bukan dengan tanpa alasan, setidaknya kita dapat memahami bahwa, ketika sudah siap menjadi pemimpin berarti kita telah siap pula untuk menderita. Menderita yang sifatnya fisik maupun batin. Menjadi pemimpin harus siap menerima semua pendapat mulai dari yang baik, membangun, hingga pada pendapat pahit yang hanya bisa disimpan di dalam hati.
Keterbukaan akan pendapat dan merenungi serta merefleksikan dengan segala realita yang ada, itu cukup penting, supaya peradaban yang didambakan tidak menggunakan separuh pemikiran saja.
Sebagai konklusi sementara, saya mengambil dari apa yang pernah Gus Dur sebutkan :
“Dalam hidup nyata dan dalam perjuangan yg tak mudah, kita bukan tokoh dalam dongeng dan mitos,yang gagah berani dan penuh sifat kepahlawanan. kita,yang bukan tokoh mitos, yang punya anak istri dan keluarga, mengenal rasa takut. Tapi bahwa meskipun takut kita jalan terus,dan berani melompati pagar batas ketakutan tadi, mungkin disitu harga kita ditetapkan.”
Tulisan ini hanya sebagai bentuk penyadaran terutama terhadap diri sendiri dan sangat bersyukur jika dapat bermanfaat kepada siapapun yang membacanya, setiap kekurangan akan saya ambil dan saya jadikan pembenahan untuk kedepan.
Sumenep, 02/02/2023
Komentar
Posting Komentar