Perempuan, Kemanusiaan dan Kasus Kekerasan Seksual
Berbicara tentang perempuan selalu mengisahkan sesuatu yang istimewa dan tidak akan pernah ada habisnya. Dan perempuan selalu menciptakan suatu keadaan yang menenangkan keadaan, terlebih dalam suatu hubungan ataupun dalam sebuah keluarga karena keistimewaannya. Secara biologis dan psikologis, perempuan memiliki beberapa ciri bawaan yang sulit untuk dipisahkan dari kepribadian mereka. Dan, karena sifat-sifat inilah bahwa para wanita sangatlah istimewa. Wanita memiliki kemampuan yang luar biasa untuk mendukung, melindungi, dan menghasilkan kehidupan.
Bagi saya, perempuan juga menjadi penentu kehidupan yang akan datang, dan itu sesuai dengan ajaran islam yang sangat menjunjung tinggi darajat perempuan. Tidak hanya itu, dalam hukum kemanusiaan, lebih-lebih dalam Hak Asasi Manusia (HAM) sudah banyak mengatur tentang keberlangsungan manusia terutama laki-laki dan perempuan.
Melihat dari sedikit sejarah tentang perempuan yang dianggap manusia setengah setan atau perempuan hanyalah tempatnya dosa, dan deskriminasi terhadapnya yang hanya sering dijadikan pemuas nafsu dari birahi laki-laki. Namun dari pesatnya zaman dan seiring berkembangnya ilmu pengetahuan, perempuan hari ini sudah cukup memiliki kemerdakaannya dalam berbagai hal, terutama dalam pendidikan, ekonomi dan posisi-posisi strategis lainnya. Itu membuktikan bahwa anggapan tentang perempuan itu buruk, sekarang sudah hampir tidak ada lagi. Apalagi banyak pengetahuan-pengetahuan hari ini yang banyak membahas tentang gender, kesetaraan dan kebebasan perempuan dari perilaku yang tidak manusiawi seperti kekerasan yang sering terjadi dan memojokkan nilai perempuan dalam kekerasan seksual.
Terdapat perasaan dorongan bagi saya untuk menuliskan perihal perempuan yang masih saja menjadi perbincangan hangat dari beberapa kasus yang sudah dan malah bisa dikatakan makin sering terjadi hari ini. Salah satunya dalam kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh oknum polisi yang tidak memiliki nilai kemanusiaan. Kekerasan tersebut dilakukan terhadap istrinya sendiri dengan mengundang sejumlah oknum anggota kepolisian, TNI dan termasuk masyarakat sekitarnya untuk berbagi dalam menyetebuhi dengan cara menjual istrinya. Cukup jelas disini bahwa hal tersebut adalah bentuk dari tindakan merendahkan harkat dan martabat perempuan. Perbuatan dari kesalahan besar yang telah dilakukan tidak bisa di benarkan atas dasar alasan apapun itu. Karena termasuk penghinaan kepada manusia secara umum dan kepada kalangan perempuan secara khusus.
Terdapat beberapa kasus yang masih saja terjadi perihal kekerasan terhadap perempuan selalu memberikan kesan yang tidak bisa dinormalisasikan, karena itu semua berhubungan dengan hak asasi mereka sebagai perempuan dan kebahagiaan, seakan-akan hari ini tidak ada lagi perhatian secara khusus kepada aturan yang telah ditetapkan, sehingga dalam satu keluarga saja, lebih-lebih oleh aparatur kepolisian itu yang sudah jelas menjadi aparat yang senantiasa menjadi pelopor dalam penegakan hukum, akan tetapi masih saja terjadi dan terkesan irasional. Okelah, sebut saja oknum. Terjadinya eksploitasi terhadap hak kaum perempuan memang tidak pernah bisa diterima secara akal, aturan dan nilai kemanusiaan yang berlaku. Jelas itu hanya membuat nilai moral dan etika yang dilakukan oleh oknum terhadap persepsi masyarakat perihal elektabilitas kepolisian secara umum, akan semakin turun. Secara fungsi, polisi adalah aparat negara yang secara garis besar tugasnya adalah melindungi. Melindungi masyarakat yang dimaksud tersebut adalah termasuk mewujudkan keamanan serta ketertiban di masyarakat. Polisi juga seringkali disebut sebagai ujung tombak dari upaya mewujudkan keamanan, menegakkan hukum, memelihara keteraturan dan keterlibatan dalam masyarakat, mendeteksi dan mencegah terjadinya kejahatan serta memeranginya. Lantas bagaimana jika aparat itu sendiri yang menjadi pelaku dari tindakan yang terlarang itu? Apalagi yang menjadi oknum tidak hanya mengekspolitasi kebahagiaan perempuan, akan tetapi juga menjadi pengguna barang-barang yang dilarang dalam negara ataupun agama, seperti narkotika, dalam kasus kekerasan seksual dan pemerkosaan yang terjadi akhir-akhir ini.
• *Pandangan Etika, Hak dan Penghinaan Perempuan*
Dalam pandangan etika maupun hak dan menghina lainnya yang berkenaan dengan perempuan terdapat dalam buku yang berjudul “Filsafat Perempuan dalam Islam” hak perempuan dan relevansi etika social, oleh seorang ulama terkemuka iran, Murtadha Muthahhari. Dalam buku tersebut banyak menjelaskan tentang perempuan, salah satunya tentang hak dan etika. Dimana yang tertulis itu adalah perihal umat manusia yang membutuhkan etika maupun hak. Umat manusia terkait dengan hak maupun moral. Hak atau moral, keduanya merupakan standar atau patokan umat manusia. Agama islam memiliki keunggulan yaitu mendukung hak maupun etika. Dalam islam, ketulusan dan tindakan yang tepat atau benar dalam pengertian moral dianggap sebagai kualitas terpuji. Sementara mengetahui hak dan membelanya juga dianggap sebagai kualitas terpuji dan manusiawi.
Kemudian dalam segi menghina lainnya adalah perempuan hanyalah sebuah sarana untuk melahirkan keturunan dan bahwa perempuan diciptakan untuk laki-laki. Gagasan-gagasan atau pandangan-pandangan ini tidak pernah dapat dijumpai dalam islam. Islam menjelaskan dengan sangat gamblang landasan penyebab finalnya. Islam mengatakan dengan sangat jelas bahwa bumi dan langit, awan dan angin, tetumbuhan dan hewan, semuanya diciptakan untuk manusia. Namun, islam tidak pernah mengatakan bahwa perempuan diciptakan untuk laki-laki. Islam mengatakan bahwa laki-laki dan perempuan diciptakan untuk satu sama lain.
Prevalensi kekerasan terhadap perempuan semakin melonjak tinggi. Hal itu ditulis juga dalam salah satu buku dari Ninik Rahayu tentang “Politik Hukum Penghapusan Kekerasan Seksual di Indonesia” bahwa perempuan anak perempuan di wilayah domestik mengalami kenaikan sebesar 65% dalam kasus inses sebesar 770 kasus yang dilaporkan. Disusul oleh kekerasan seksual yang mencapai 571 kasus yang dilaporkan. Fakta ini membuktikan bahwa kekerasan seksual terjadi dalam relasi-relasi personal seperti orang tua kandung. Seperti tahun 2019, kasus terbanyak di ranah privat/personal. Data dari lembaga mitra pengada layanan berjumlah 14.719 kasus, yang terjadi dari ranah privat/personal tercatat 75% atau 11.105 kasus. Dari data Pengadilan Agama sejumlah 421.752 kasus, diantaranya kekerasan terhadap istri yang merupakan penyebab perceraian.
Tulisan ini dalam rangka bentuk respon saya terhadap kejadian yang terjadi dan tidak jarang juga kita dengar sebelum-sebelumnya. Tulisan ini juga dalam bentuk harapan serta menyampaikan pandangan-pandangan dari masalah – masalah yang terjadi, agar menjadi perhatian lebih, terkhusus bagi saya, masyarakat dan para penegak hukum.
M. Rozien Abqoriy
Pamekasan, 08/01/2023
Komentar
Posting Komentar